The storyline of the movie takes place between 19921995, beginning with scenes from the 1992 Los Angeles Riots. Hilary Swank plays the role of Erin Gruwell, a new, excited schoolteacher who leaves the safety of her hometown, Newport Beach, to teach at Woodrow Wilson High School in Long Beach, a formerly high achieving school which has recently had an integration program put in place. Her enthusiasm is quickly challenged when she realizes that her class are all "at-risk" students, also known as "unteachables", and not the eager students she was expecting. The students segregate themselves into racial groups in the classroom, fights break out, and eventually most of the students stop turning up to class. Not only does Gruwell meet opposition from her students, but she also has a hard time with her department head, who refuses to let her teach her students with books in case they get damaged and lost, and instead tells her to focus on teaching them discipline and obedience. One night, two students, Eva (April Lee Hernández), a Hispanic girl and narrator for much of the film, and a Cambodian refugee, Sindy (Jaclyn Ngan), find themselves in the same convenience store. Another student, Grant Rice (Armand Jones) is frustrated at losing an arcade game and demands a refund from the owner. When he storms out, Eva's boyfriend attempts a drive-by shooting, wanting to kill Grant but misses, accidentally killing Sindy's boyfriend. As Eva is a witness, she must testify at court; she intends to protect her own kind in her testimony. At school, Gruwell intercepts a racist drawing of one of her students and uses it to teach them about the Holocaust. She gradually begins to earn their trust and buys them composition books to record their diaries, in which they talk about their experiences of being abused, seeing their friends die, and being evicted. Determined to reform her students, she takes two part-time jobs to pay for more books and spends more time at school, to the disappointment of her husband (Patrick Dempsey). Her students start to behave with respect and learn more. A transformation is especially visible in one of her students, Marcus (Jason Finn). She invites several Holocaust survivors to talk with her class about their experiences and takes them on a field trip to the Museum of Tolerance. Meanwhile, her unorthodox teaching methods are scorned by her colleagues and department chair Margaret Campbell (Imelda Staunton). The next year comes, and Gruwell teaches her class again for sophomore (second) year. In class, when reading The Diary of Anne Frank, they invite Miep Gies (Pat Carroll), the woman who sheltered Anne Frank from the German soldiers to talk to them. After they raise the money to bring her over, she tells them her experiences hiding Anne Frank. When Marcus tells her that she is his hero, she denies it, claiming she was merely doing the right thing. Her denial causes Eva to rethink lying during her testimony. When she testifies, she finally breaks down and tells the truth, much to some of her family members' dismay. Meanwhile, Gruwell asks her students to write their diaries in book form. She compiles the entries and names it The Freedom Writers Diary. Her husband divorces her and Margaret tells her she cannot teach her kids for their junior year. She fights this decision, eventually convincing the superintendent to allow her to teach her kids' junior and senior year. The film ends with a note that Gruwell successfully brought many of her students to graduation and college.
DA3SR12DK
FREEDOM WRITER_DA3SR12DK
13:09 |
Label:
Pengetahuan Umum
(0)
AKSARA JAWA
15:45 |
Label:
Tradisional
Huruf
dasar (aksara nglegena)
Pada aksara Jawa hanacaraka baku
terdapat 20 huruf dasar (aksara nglegena), yang biasa diurutkan
menjadi suatu “cerita pendek”:
Pasangan dipakai untuk menekan vokal
konsonan di depannya. Sebagai contoh, untuk menuliskan mangan sega (makan
nasi) akan diperlukan pasangan untuk “se” agar “n” pada mangan tidak
bersuara. Tanpa pasangan “s” tulisan akan terbaca manganasega (makanlah
nasi).
Tatacara penulisan Jawa Hanacaraka
tidak mengenal spasi, sehingga penggunaan pasangan dapat memperjelas kluster
kata.
Berikut ini adalah daftar pasangan:
Catatan:
- Aksara pasangan ditulis di bawah aksara konsonan akhir suku kata sebelumnya, kecuali aksara pasangan ha, sa, dan pa yang ditulis di belakang aksara konsonan akhir suku kata di depannya.
- Aksara ha, ca, ra, wa, dha, ya, tha, dan nga tidak dapat diberi aksara pasangan atau tidak dapat menjadi aksara sigegan(aksara konsonan penutup suku kata). Dalam hal ini aksara sigegan ha diganti wignyan, aksara sigegan ra diganti layar, dan aksara sigegan nga diganti cecak, dan hampir tidak ada suku kata yang berakhir sigegan ca, wa, dha, ya, dan tha.
- Aksara nya hanya dapat menjadi akasara sigegan untuk bunyi nasal ñ, yaitu kata yang suku pertamanya berakhiran huruf ‘n’ dan kata keduanya berawalan huruf ‘c’ atau ‘j’. Misal: kanca, panca, blanja, kanji, dll.
- Aksara pasangan ka, na, dan la, memiliki variasi aksara pasangan kedua, yaitu ketika diberi ‘suku’ (atau aksara pasangan ka diberi cakra, keret, atau pengkal), bentuk aksara pasangan itu diubah terlebih dahulu menjadi aksara utuh seperti aksara pokok masing-masing, kemudian baru diberi suku/cakra/keret/pengkal yang dirangkaikan di bawah bagian akhir aksara pasangan itu seperti pada aksara nglegananya.
Huruf
utama (aksara murda)
Pada aksara hanacaraka memiliki
bentuk murda (hampir setara dengan huruf kapital) berjumlah sembilan buah yang
seringkali digunakan untuk menuliskan kata-kata yang menunjukkan nama gelar,
nama diri, nama geografi, nama lembaga pemerintah, dan nama lembaga berbadan
hukum. Aksara murda ini tidak dapat dipakai sebagai penutup suku kata (sigegan).
Aturan pemakaian aksara murda: suku
pertama biasanya yang dikapitalisasi (ditulis dengan aksara murda), namun
apabila tidak tersedia aksara murda untuk suku pertama, maka suku kedua yang
dikapitalisasi. Apabila tidak tersedia aksara murda untuk suku kedua, maka suku
ketiga yang dikapitalisasi, dan seterusnya. Awal kalimat tidak perlu ditulis
menggunakan huruf kapital. Contoh: Dipanegara, karena tidak ada aksara murda
untuk “di”, maka suku kata kedua (“pa”)-lah yang ditulis dengan aksara murda.
Berikut ini adalah aksara murda
serta aksara pasangannya:
Tidak semua aksara yang terdaftar di
dalam carakan ada aksara murdanya. Karena keterbatasan jumlah aksara murda
dibanding huruf kapital Latin, maka pemakaian aksara murda tidak identik dengan
pemakaian huruf kapital di dalam ejaan Latin.
Huruf
Vokal Mandiri (aksara swara)
Aksara suara (aksara swara)
berjumlah tujuh buah. Aksara suara digunakan untuk menuliskan aksara vokal yang
menjadi suku kata, terutama yang berasal dari bahasa asing, untuk mempertegas
pelafalannya. Aksara suara tidak dapat dijadikan sebagai aksara pasangan
sehingga aksara sigegan yang terdapat di depannya harus
dimatikan dengan pangkon. Walaupun demikian aksara suara dapat diberi
sandhangan wignyan, layar, dan cecak.
Huruf
tambahan (aksara rèkan)
Aksara rekaan (aksara rekan)
berjumlah lima buah. Aksara rekaan dipakai untuk menuliskan aksara konsonan
pada kata-kata asing yang masih dipertahankan seperti aslinya. Aksara
rekaan dapat menjadi aksara pasangan, dapat diberi pasangan, serta dapat diberi
sandhangan seperti keduapuluh aksara dasar.
Huruf
Vokal tidak Mandiri (sandhangan)
Sandangan ialah tanda diakritik yang
dipakai sebagai pengubah bunyi di dalam tulisan Jawa. Penulisan sandangan pada
aksara pasangan selain aksara pasangan ha, sa, dan pa diletakkan di atas bagian
akhir aksara yang mendapat pasangan dan aksara pasangannya diletakkan di bawah
aksara yang mendapat pasangan itu. Penulisan sandangan pada aksara pasangan ha,
sa, dan pa diletakkan di atas bagian akhir masing-masing aksara pasangan itu.
Sandangan aksara Jawa dapat dibagi
menjadi dua golongan, sandangan bunyi vokal (sandhangan swara) dan
sandangan konsonan penutup suku kata (sandhangan sesigeg/sandhangan
panyigeging wanda).
Tanda-tanda
Baca (pratandha)
Angka
Bilangan (Aksara wilangan)
DA3SR12YS
Langganan:
Postingan (Atom)